Per 4 Februari 2022 pemerintah mengeluarkan aturan baru tentang dana JHT (Jaminan Hari Tua) dimana uang milik pekerja yang dipungut dari gajinya perbulan hanya bisa dicairkan pada saat dirinya berusia 56 tahun, untuk memudahkan penulisan aturan JHT yang baru tersebut dalam policy review ini disebut “Peraturan JHT Baru”.[i] Namun sebagai gantinya, pekerja yang di – PHK mendapat uang JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan). Benarkah demikian?, lalu bagaimana nasib pekerja yang resign?
Sebelumnya berdasarkan aturan JHT yg lama, untuk selanjutnya disebut “Peraturan JHT Lama”[ii], pekerja yang di – PHK atau resign dapat mencairkan uang JHT pada bulan berikutnya tanpa menunggu usia pensiun yakni 56 tahun namun dengan adanya Peraturan JHT Baru, pekerja tersebut harus menunggu hingga masuk usia pensiun untuk mendapat uang JHT.
Sebagai gantinya pemerintah memberikan uang JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan) namun hanya untuk pekerja yang di – PHK sedangkan bagi yang resign tidak diberikan. Guna memudahkan penulisan, Aturan JKP tersebut dalam policy review ini disebut “Peraturan JKP”[iii]. Namun masalah JKP adalah jumlah uang yang diterima pekerja jauh lebih sedikit dibanding dengan uang JHT. Pertanyaanya adalah apakah jumlah uang JKP layak menggantikan jumlah uang JHT berdasarkan Peraturan JHT Lama?, Agar lebih paham maka kami akan menjelaskan pada Tabel 1 tentang perbedaan antara JHT dengan JKP dan pada Tabel 2 tentang perbedaan cara menghitung besaran uang yang didapat dari keduanya dengan soal cerita.
Tabel 1
Selanjutnya kami akan menjelaskan perbedaan cara menghitung besaran uang yang didapat dari JHT dan JKP pada tabel 2. Kami jelaskan dengan contoh berikut. Amir sudah bekerja selama 10 tahun. Gaji pada tahun pertama sebesar Rp. 6 Juta dan setiap tahun mengalami kenaikan sebesar Rp. 2 Juta sebagaimana pada kolom Gaji per Bulan pada Tabel 2. Setelah bekerja selama 10 tahun, Amir di – PHK sebelum berusia 56 tahun. Berikut besaran uang JHT dan JKP yang didapat Amir serta cara menghitungnya.
Tabel 2
Setelah melihat kedua tabel tersebut ternyata jumlah uang JHT Amir sangat besar yakni Rp. 102.600.000,- sedangkan jumlah uang JKPnya sangat kecil yakni hanya Rp. 9.500.000,-. Tentu saja jumlah JKP sekecil itu sangat tidak layak menggantikan jumlah JKP. Jumlah uang JHT tersebut belum ditambah dengan pengembangan. Masalah lainnya adalah pekerja yang resign tidak mendapat uang JKP. Realita ketenagakerjaan yang terjadi adalah perusahaan membuat pekerjanya seolah – olah resign bukan PHK guna menghindari kewajiban memberi pesangon kepada pekerjanya. Bagi pekerja resign berusia di bawah 56 tahun, adanya Peraturan JHT Baru bak sudah jatuh tertimpa tangga karena untuk mendapat uang JHT mereka harus menunggu hingga berusia 56 tahun, tidak mendapat pesangon dari perusahaan, dan juga tidak mendapat uang JKP.
Jundi J, Peneliti RETaS Institute
[i] Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua
[ii] Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 19 Tahun 2015 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua
[iii] Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan